klik utk download Janji Jingga PR

kawan-kawan farizmusa.blogspot.com

Ahad, 23 Januari 2011

Anwar: Mustahil sembunyi pelarian modal RM208b

Ketua Umum PKR Datuk Seri Anwar Ibrahim menggesa pihak berkuasa melakukan siasatan segera terhadap dakwaan berhubung aliran wang haram yang amat tinggi di negara ini.

anwar keadilan network launch 230111"Kita gesa kementerian kewangan menjawab (dakwaan ini) dan segala siasatan yang berhubung perkara itu," kata Anwar dalam sebuah program parti di Ampang hari ini.

"Jangan lindungi perkara korup. Jika mereka gagal, jelaslah ia melibatkan personaliti besar dalam BN dan kerajaan. Mustahil jumlah sebanyak RM208 bilion tidak boleh dikesan."

Pada 20 Januari lalu, sebuah pemerhati kewangan - Global Financial Integrity (GFI) - menyenaraikan Malaysia antara negara yang merekodkan jumlah aliran wang haram tertinggi dalam tempoh sembilan tahun dalam dekad lalu.

Laporan itu menyebut, aliran wang keluar dari negara ini meningkat lebih tiga kali ganda dalam tempoh 2000 hingga 2008.

Aliran wang keluar dari Malaysia pada 2000 berjumlah RM67.7 bilion. Lapan tahun kemudian, jumlah ini bertambah sehingga RM208 bilion.

NONEAnwar yang juga bekas menteri kewangan turut mengakui terkejut dengan jumlah besar wang yang didakwa terlibat.

Sambil menegaskan keperluan siasatan yang bebas, ketua pembangkang itu berkata Bank Negara juga harus menjelaskan situasi tersebut.

Sehingga kini belum ada reaksi rasmi daripada pihak berkuasa berhubung laporan memalukan itu, yang meletakkan penguatkuasaan undang-undang kewangan di Malaysia bawah persoalan.

Perdana Menteri Datuk Seri Najib Razak sendiri enggan mengulasnya ketika ditanya Jumaat lalu, tetapi memberitahu Bank Negara akan mengeluarkan kenyataan dengan segera. - MALAYSIAKINI

ISU CIKGU MALA BERSALAMAN PAKAI SARUNG TANGAN : hukum bersentuhan kulit/jabat tangan

Saya dihubungi wartawan TV Selangor meminta komentar tentang isu Cikgu Mala yang bersalaman sambil memakai sarung tangan yang dijadikan isu oleh MCA dalam PRK DUN Tenang yang berlangsung sekarang . UMNO terus menyepikan diri tanpa memperbetulkan persepsi dan tindakan melampau oleh MCA . Tokoh-tokoh agama dalam UMNO sedikit pun tidak memperbetulkannya .
Sebagai wanita islam yang sedia maklum kepada hukum sudah pasti tindakan Cikgu Mala adalah tepat dengan bertindak sedemikian . Cikgu Mala masih sedia bersalaman dengan bukan mahram dengan dalam keadaan berlapik ( bersarung tangan ) .
Tindakan diam UMNO membuktikan kegagalan yang nyata UMNO dalam memberikan kefahaman tentang Islam kepada kompenan BN terutama yang bukan Islam agar memahami dan menjaga sensitiviti agama .
Kupasan dibawah saya petik agar difahami , bahawa tindakan Cikgu Mala adalah menepati sebagai pemimpin islam yang tidak membelakangkan hukum dan agama . Bagi UMNO , MATLAMAT MENGHALALKAN CARA . Hukum dan agama diletak dibelakang , yang penting menang pilihanraya dan berkuasa .

hukum bersentuhan kulit/jabat tangan

I. Hukum Asal

Hukum bersentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram itu termasuk berjabatan tangan hukumnya haram. Paling tidak itulah yang sering kita dengar dan itulah yang sekarang ini cukup populer di kalangan ummat Islam dan juga di kalangan aktifis dakwah.
Sehingga pemahaman seperti itulah yang selama ini dipegang dan dianggap satu-satunya hukum yang bersifat mutlak, jelas dan tidak ada dalil lainnya yang berbeda atau berlawanan. Sehingga umumnya mereka yang paham dan menjalankan syariah tidak akan mau berjabatan tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Mereka sebisa mungkin menghindari sentuhan kulit dengan wanita. Bahkan dalam banyak kesempatan, dengan cara yang halus mereka menolak ajakan untuk menjabat tangan wanita. Sehingga ketika ada seorang aktifis yang kelihatan bersalaman dengan wanita non mahramnya, akan menimbulkan pertanyaan kritis dan perasaan aneh di kalangan pendukungnya.Justify Full

II. Kajian Kritis

Tapi sebagai sebuah kajian dialogis dari sisi syariah dan fiqih muqaranah (perbandingan), tidak ada salahnya bila kita meneliti tentang sejauhmana kekuatan dalil pengharamannya ? Dan lebih jauh, apakah keharaman sentuhan kulit itu berlaku mutlak atau ada juga dalil shahih lain yang membolehkan ? Bagaimana kajian fiqih yang kritis dalam masalah ini ? Lalu apa pandangan dan pendapat para ulama salafus-shalih tentang masalah ini ? Adakah riwayat dari Rasulullah SAW tentang sentuhan kulit non mahram ini ? Benarkah Rasulullah SAW pernah menyentuh kulit wanita non mahram ?

Mari kita kupas masalah ini dengan mengutip dalil hadits dan kajian-kajian fiqih para ulama :

1. Yang mengharamkan secara Mutlak

Para ulama Jumhur termasuk keempat imam mazhab umumnya mengatakan bahwa sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram hukumnya haram. Mereka mendasarkan pendapatnya itu pada banyak dalil yang erserak disana sini. Baik yang bersifat naqli atau pun yang aqli. Diantaranya yang sering dikemukakan antara lain adalah dalil-dalil berikut ini :

a. Menutup Pintu Fitnah (saddudz-dzari`ah)

Dalil yang terkuat dalam pengharaman sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah menutup pintu fitnah (saddudz-dzari`ah), dan alasan ini dapat diterima tanpa ragu-ragu lagi ketika syahwat tergerak, atau karena takut fitnah bila telah tampak tanda-tandanya.

b. Hadits Rasulullah SAW

Lebih Baik Ditusuk Jarum Besi Dari Pada Menyentuh Wanita
`Dari Ma`qil bin Yasar dari Nabi saw., beliau bersabda: Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang diantara kamu dengan jarum besi itu lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya.`(HR. Thabrani dan Baihaqi)

c. Rasulullah SAW tidak menjabat tangan perempuan ketika bai`at

Dari asy-Sya`bi bahwa Nabi saw. ketika membai`at kaum wanita beliau membawa kain selimut bergaris dari Qatar lalu beliau meletakkannya di atas tangan beliau, seraya berkata, `Aku tidak berjabat dengan wanita.` (HR Abu Daud dalam al-Marasil)
Aisyah berkata, `Maka barangsiapa diantara wanita-wanita beriman itu yang menerima syarat tersebut, Rasulullah saw. berkata kepadanya, `Aku telah membai`atmu – dengan perkataan saja – dan demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan wanita dalam bai`at itu; beliau tidak membai`at mereka melainkan dengan mengucapkan, `Aku telah membai`atmu tentang hal itu.`

2. Yang Membolehkan

Namun bila kita cermati, ternyata tidak semua ulama sepakat mengharamkan hal itu. Ada juga beberapa hujjah yang terkadang muncul untuk tidak memutlakkan keharaman sentuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram. Misalnya bila wanitanya adalah orang yang lanjut usia, tua atau sudah uzur.
Di luar itu, meski umumnya dalil-dalil yang kita kenal umumnya mengaharamkan, namun kita harus jujur bahwa ternyata ada juga hujjah yang bisa dikemukakan untuk membolehkan hal itu. Sehingga meski bukan pendapat yang populer, paling tidak perlu kita pahami adanya wacana lain yang -sebenarnya- juga tetap berdasarkan nash-nash yang sharih dan shahih. Hanya saja pendapat ini kurang populer di kalangan ulama Islam.

Diantaranya dalil-dalil yang bisa dikemukakan untuk mendukung pendapat ini adalah :

a. Hadits Ummu Athiyyah Tentang Rasulullah SAW Menjabat Tangan Wanita Ketika Bai`at
“Dari Ismail bin Abdurrahman dari neneknya, Ummu Athiyah, mengenai kisah bai`at, Ummu Athiyah berkata: Lalu Rasulullah saw. mengulurkan tangannya dari luar rumah dan kami mengulurkan tangan kami dari dalam rumah, kemudian beliau berucap, `Ya Allah, saksikanlah.“(Ibnu Hibban, al-Bazzar, ath-Thabari, dan Ibnu Mardawaih

2. Hadits bahwa Budak Wanita Memegang Tangan Rasulullah SAW

“Dari Anas bin Malik r.a., ia berkata: `Sesungguhnya seorang budak wanita diantara budak-budak penduduk Madinah memegang tangan Rasulullah saw., lalu membawanya pergi ke mana ia suka.` (HR. Bukhari dalam Shahih-nya pada `Kitab al-Adab`)
Dalam riwayat lainnya juga ada hadits senada yaitu :
“Dari Anas juga, ia berkata:`Sesungguhnya seorang budak perempuan dari budak-budak penduduk Madinah datang, lalu ia memegang tangan Rasulullah saw., maka beliau tidak melepaskan tangan beliau dari tangannya sehingga dia membawanya perg ke mana ia suka.` (HR. Imam Ahmad)
Ibnu Majah juga meriwayatkan hal demikian.
Kalau kita perhatikan riwayat yang sahih dari Rasulullah saw., niscaya kita jumpai sesuatu yang menunjukkan bahwa semata-mata bersentuhan tangan antara laki-laki dengan perempuan tanpa disertai syahwat dan tidak dikhawatirkan terjadinya fitnah tidaklah terlarang, bahkan pernah dilakukan oleh Rasulullah saw., sedangkan pada dasarnya perbuatan Nabi saw. itu adalah tasyri` dan untuk diteladani:

3. Hadits Bahwa Rasulullah SAW Tidur Di Pangkuan Ummu Haram

Dari Anas bahwa Nabi saw. masuk ke rumah Ummu Haram binti Milhan dan beliau diberi makan. Ummu Haram adalah stri Ubadah bin Shamit, dan Ummu Haram membersihkan kepala beliau (dari kutu) lalu Rasulullah SAW tertidur …` (HR Bukhari dalam Kitabul jihad Was-Sair bab Ad-du`au biljihadi Wasysyahadatu lirrijali wannisa` no. 2580 dan Kitabul Isithsan no. 5810).
Dari Anas dari bibinya Ummu Haram binti Milhan, Ummu Haram berkata,`Rasulullah SAW tidur di dekat aku lalu bangun dan tersenyum …(HR Bukhari dalam Kitab Al-Jihadu Wassair bab Fadhlu Man Yusri`u Fi sabilillah… no. 2590).
Oleh Ibnu Abdil Barr, hadits ini dikomentari bahwa Ummu Haram itu saudara sesusuan Rasulullah SAW. Dia juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW itu ma`shum dan tidak punya syahwat sehingga boleh bersentuhan dengan non mahram. Sehingga hal itu merupakan kekhususan pada diri Rasulullah SAW saja.
Tetapi pendapat ini disangkal oleh al-Qadhi `Iyadh dengan argumentasi bahwa kekhususan itu tidak dapat ditetapkan dengan sesuatu yang bersifat kemungkinan. Tetapnya kemaksuman beliau memang dapat diterima, tetapi pada dasarnya tidak ada kekhususan dan boleh meneladani beliau dalam semua tindakan beliau, sehingga ada dalil yang menunjukkan kekhususannya.
Al-Hafizh ad-Dimyati mengemukakan sanggahan yang lebih keras lagi terhadap orang yang mengatakan kemungkinan pertama, yaitu anggapan tentang adanya hubungan kemahraman antara Nabi saw. dengan Ummu Haram.
Beliau berkata: `Mengigau orang yang menganggap Ummu Haram sebagai salah seorang bibi Nabi saw., baik bibi susuan maupun bibi nasab. Sudah dimaklumi, orang-orang yang menyusukan beliau tidak ada seorang pun di antara mereka yang berasal dari wanita Anshar selain Ummu Abdil Muthalib, yaitu Salma binti Amr bin Zaid bin Lubaid bin Hirasy bin Amir bin Ghanam bin Adi bin an-Najjar; dan Ummu Haram adalah binti Milhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir tersebut. Maka nasab Ummu Haram tidak bertemu dengan nasab Salma kecuali pada Amir bin Ghanam, kakek mereka yang sudah jauh ke atas. Dan hubungan bibi (yang jauh) ini tidak menetapkan kemahraman, sebab ini adalah bibi majazi, seperti perkataan Nabi saw. terhadap Sa`ad bin Abi Waqash, `Ini pamanku` karena Sa`ad dari Bani Zahrah, kerabat ibu beliau Aminah, sedangkan Sa`ad bukan saudara Aminah, baik nasab maupun susuan.`

4. Hadits Rasulullah SAW yang masuk ke tempat Ummu Sulaim.

Diceritakan bahwa Nabi saw. tidak pernah masuk ke tempat wanita selain istri-istri beliau, kecuali kepada Ummu Sulaim. Lalu beliau ditanya mengenai masalah itu, dan beliau menjawab, `Saya kasihan kepadanya, saudaranya terbunuh dalam peperangan bersama saya.` Yakni Haram bin Milhan, yang terbunuh pada waktu peperangan Bi`r Ma`unah.` (Lihat kitab Shahih Bukhari)

5. Makna `Menyentuh` Bukan Sekedar Bersentuhan

Kalimat `menyentuh kulit wanita yang tidak halal baginya` itu tidak dimaksudkan semata-mata bersentuhan kulit dengan kulit tanpa syahwat, sebagaimana yang biasa terjadi dalam berjabat tangan. Bahkan kata-kata al-mass (massa – yamassu – mass: menyentuh) cukup digunakan dalam nash-nash syar`iyah seperti Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan salah satu dari dua pengertian, yaitu:
Bahwa ia merupakan kinayah (kiasan) dari hubungan biologis (jima`) sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah: `Laamastum an-Nisat` (Kamu menyentuh wanita). Ibnu Abbas berkata, `Lafal al-lams, al-mulaamasah, dan al-mass dalam Al-Qur`an dipakai sebagai kiasan untuk jima` (hubungan seksual).
Secara umum, ayat-ayat Al-Qur`an yang menggunakan kata `al-mass` menunjukkan arti jima` bukan sekedar bersentuhan kulit saja. Seperti firman Allah yang diucapkan Maryam: `Betapa mungkin aku akan mempunyai anak padahal aku belum pemah disentuh oleh seorang laki-laki pun …` (Ali Imran: 47) `Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu menyentuh mereka…` (al-Baqarah: 237).
Para ulama salaf juga tidak memandang bahwa `al-mass` itu sebagai sentuhan kulit belaka, tapi dengan syahwat. Seperti mazhab Maliki dan mazhab Ahmad berpendapat bahwa menyentuh wanita yang membatalkan wudhu itu ialah yang disertai dengan syahwat. Begitu juga dengan Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawa-nya melemahkan pendapat orang yang menafsirkan lafal `mulaamasah` atau `al-lams` dalam ayat tersebut dengan semata-mata bersentuhan kulit walaupun tanpa syahwat.
Sedangkan Ibnu Abbas dan segolongan sahabat berpendapat bahwa yang dimaksud dengan `al-mass` itu adalah jima`. Bangsa Arab juga mengatakan, yang dimaksud dengan `al-mass` adalah jima`. Sedangkan Mawali (bekas-bekas budak yang telah dimerdekakan) berkata: yang dimaksud ialah tindakan di bawah jima` (pra-hubungan biologis). Lalu mereka meminta keputusan kepada Ibnu Abbas, lantas Ibnu Abbas membenarkan bangsa Arab dan menyalahkan Mawali.

Sanggahan Dari Kelompok Pertama (Yang Mengharamkan) Atas Dalil Dari Kelompok Kedua (Yang Membolehkan):

1. Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari mengomentari hadits yang digunakan kelompok kedua yang bunyinya sbb : `Sesungguhnya seorang budak wanita diantara budak-budak penduduk Madinah memegang tangan Rasulullah saw., lalu membawanya pergi ke mana ia suka.`
Bahwa yang dimaksud dengan memegang tangan disini ialah kelazimannya, yaitu kasih sayang dan ketundukan, dan ini meliputi bermacam-macam kesungguhan dalam tawadhu`, karena disebutkannya perempuan bukan laki-laki, dan disebutkannya budak bukan orang merdeka, digunakannya kata-kata umum dengan lafal al-imaa` (budak-budak perempuan), yakni budak perempuan yang mana pun, dan dengan perkataan haitsu syaa`at (kemana saja ia suka), yakni ke tempat mana saja. Dan ungkapan dengan `mengambil/memegang tangannya` itu menunjukkan apa saja yang dilakukannya, sehingga meskipun si budak perempuan itu ingin pergi ke luar kota Madinah dan dia meminta kepada beliau untuk membantu memenuhi keperluannya itu niscaya beliau akan membantunya. Ini merupakan dalil yang menunjukkan betapa tawadhu`nya Rasulullah saw. dan betapa bersihnya beliau dari sikap sombong.`

2. Ibnu Hajar dalam menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa hadits tentang Rasulullah SAW tidur siang hari di rumah bibi Anas yang bernama Ummu Haram binti Milhan istri Ubadah bin Shamit, dan beliau tidur di sisi Ummu Haram dengan meletakkan kepala beliau di pangkuan Ummu Haram, dan Ummu Haram membersihkan kepala beliau dari kutu …`
Bahwa hadits ini memperbolehkan tamu tidur siang di rumah orang lain (yakni tuan rumah) dengan memenuhi persyaratannya, seperti dengan adanya izin dan aman dari fitnah, dan bolehnya wanita asing (bukan istri) melayani tamu dengan menghidangkan makanan, menyediakan keperluannya, dan sebagainya.
Hadits ini juga memperbolehkan wanita melayani tamunya dengan membersihkan kutu kepalanya.
Bahkan Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa Ummu Haram itu adalah saudara sesusuan Rasulullah SAW, `Saya kira Ummu Haram itu dahulunya menyusui Rasulullah saw. (waktu kecil), atau saudaranya yaitu Ummu Sulaim, sehingga masing-masing berkedudukan `sebagai ibu susuan` atau bibi susuan bagi Rasulullah saw.. Karena itu, beliau tidur di sisinya, dan dia lakukan terhadap Rasulullah apa yang layak dilakukan oleh mahram.` Selanjutnya Ibnu Abdil Barr membawakan riwayat dengan sanadnya yang menunjukkan bahwa Ummu Haram mempunyai hubungan mahram dengan Rasul dari jurusan bibi (saudara ibunya), sebab ibu Abdul Muthalib, kakek Nabi, adalah dari Bani Najjar …
Yang lain lagi berkata, `Nabi saw. itu maksum (terpelihara dari dosa dan kesalahan). Beliau mampu mengendalikan hasratnya terhadap istrinya, maka betapa lagi terhadap wanita lain mengenai hal-hal yang beliau disucikan daripadanya? Beliau suci dari perbuatan-perbuatan buruk dan perkataan-perkataan kotor, dan ini termasuk kekhususan beliau.`

3. Sanggahan atas maksud hadits yang menjadi dalil kelompok kedua yaitu `Dari Anas bin Malik r.a., ia berkata: `Sesungguhnya seorang budak wanita diantara budak-budak penduduk Madinah memegang tangan Rasulullah saw., lalu membawanya pergi ke mana ia suka.` (HR. Bukhari dalam Shahih-nya pada `Kitab al-Adab`)
Ibnu Hajar mengatakan bahwa maksud hadits itu bahwa (budak-budak penduduk Madinah memegang tangan Rasulullah saw., lalu membawanya pergi ke mana ia suka ) itu semata-mata menunjukkan bahwa Rasulullah SAW itu orang yang tawadhdhu`, kasih sayang dan ketundukan.
Namun meski apa yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar itu secara garis besar dapat diterima, tetapi beliau memalingkan makna memegang tangan dari makna lahiriahnya kepada kelazimannya yang berupa kasih sayang dan ketundukan, tidak dapat diterima, karena makna lahir dan kelaziman itu adalah dua hal yang dimaksudkan secara bersama-sama, dan pada asalnya perkataan itu harus diartikan menurut lahirnya, kecuali jika ada dalil atau indikasi tertentu yang memalingkannya dari makna lahir. Sedangkan dalam hal ini saya tidak menjumpai faktor yang mencegah atau melarang dipakainya makna lahir itu, bahkan riwayat Imam Ahmad yang menyebutkan `maka beliau tidak melepaskan tangan beliau dari tangannya sehingga ia membawa beliau pergi kemana saja ia suka` menunjukkan dengan jelas bahwa makna lahir itulah yang dimaksud. Sungguh termasuk memberat-beratkan diri dan perbuatan serampangan jika keluar dari makna lahir ini.

Sanggahan Dari Kelompok Kedua atas dalil kelompok pertama
1. Bahwa masalah Nabi saw. tidak berjabat tangan dengan kaum wanita pada waktu bai`at itu belum disepakati, karena menurut riwayat Ummu Athiyah al-Anshariyah r.a. bahwa Nabi saw. pernah berjabat tangan dengan wanita pada waktu bai`at.
2. Ada ketetapan bahwa apabila Nabi saw. meninggalkan suatu urusan, maka hal itu tidak menunjukkan – secara pasti – akan keharamannya. Adakalanya beliau meninggalkan sesuatu karena haram, adakalanya karena makruh, adakalanya hal itu kurang utama, dan adakalanya hanya semata-mata karena beliau tidak berhasrat kepadanya, seperti beliau tidak memakan daging biawak padahal daging itu mubah.
Kalau begitu, sikap Nabi saw. tidak berjabat tangan dengan wanita itu tidak dapat dijadikan dalil untuk menetapkan keharamannya, oleh karena itu harus ada dalil lain bagi orang yang berpendapat demikian.
3. Bahwa imam-imam ahli hadits tidak menyatakan secara jelas akan kesahihan hadits Aisyah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW tidak menjabat tangan wanita saat bai`at. Hanya dikatakan bawa `perawi-perawinya adalah perawi-perawi kepercayaan atau perawi-perawi sahih`. Perkataan seperti ini saja tidak cukup untuk menetapkan kesahihan hadits tersebut, karena masih ada kemungkinan terputus jalan periwayatannya (inqitha`) atau terdapat `illat (cacat) yang samar. Karena itu, hadits ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari penyusun kitab-kitab yang masyhur, sebagaimana tidak ada seorang pun fuqaha terdahulu yang menjadikannya sebagai dasar untuk mengharamkan berjabat tangan antara laki-laki dengan perempuan dan sebagainya.
Fuqaha Hanafiyah dan sebagian fuqaha Malikiyah mengatakan bahwa pengharaman itu tidak dapat ditetapkan kecuali dengan dalil qath`i yang tidak ada kesamaran padanya, seperti Al-Qur`anul Karim serta hadits-hadits mutawatir dan masyhur. Adapun jika ketetapan atau kesahihannya sendiri masih ada kesamaran, maka hal itu tidak lain hanyalah menunjukkan hukum makruh, seperti hadits-hadits ahad yang sahih. Maka bagaimana lagi dengan hadits yang diragukan kesahihannya?
4. Dalil yang terkuat dalam pengharaman setuhan kulit antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah menutup pintu fitnah (saddudz-dzari`ah), Tetapi dalam kondisi aman – dan ini sering terjadi – maka dimanakah letak keharamannya?
Pendapat Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fatawa Mu`ashirah : `
…Setelah memperhatikan riwayat-riwayat tersebut, maka yang mantap dalam hati saya (AL-qaradawi) adalah bahwa semata-mata bersentuhan kulit tidaklah haram. Apabila didapati sebab-sebab yang menjadikan percampuran (pergaulan) seperti yang terjadi antara Nabi saw. dengan Ummu Haram dan Ummu Sulaim serta aman dari fitnah bagi kedua belah pihak, maka tidak mengapalah berjabat tangan antara laki-laki dengan perempuan ketika diperlukan, seperti ketika datang dari perjalanan jauh, seorang kerabat laki-laki berkunjung kepada kerabat wanita yang bukan mahramnya atau sebaliknya, seperti anak perempuan paman atau anak perempuan bibi baik dari pihak ibu maupun dari pihak ayah, atau istri paman, dan sebagainya, lebih-lebih jika pertemuan itu setelah lama tidak berjumpa.
Dalam menutup pembahasan ini ada dua hal yang perlu ditekankan:
Pertama, Bahwa berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan itu hanya diperbolehkan apabila tidak disertai dengan syahwat serta aman dari fitnah. Apabila dikhawatirkan terjadi fitnah terhadap salah satunya, atau disertai syahwat dan taladzdzudz (berlezat-lezat) maka keharaman berjabat tangan tidak diragukan lagi.
Bahkan seandainya kedua syarat ini tidak terpenuhi – yaitu tiadanya syahwat dan aman dari fitnah – meskipun jabatan tangan itu antara seseorang dengan mahramnya seperti bibinya, saudara sesusuan, anak tirinya, ibu tirinya, mertuanya, atau lainnya, maka berjabat tangan pada kondisi seperti itu adalah haram.
Bahkan berjabat tangan dengan anak yang masih kecil pun haram hukumnya jika kedua syarat itu tidak terpenuhi.
Kedua, Hendaklah berjabat tangan itu sebatas ada kebutuhan saja, seperti yang disebutkan dalam pertanyaan di atas, yaitu dengan kerabat atau semenda (besan) yang terjadi hubungan yang erat dan akrab diantara mereka; dan tidak baik hal ini diperluas kepada orang lain, demi membendung pintu kerusakan, menjauhi syubhat, mengambil sikap hati-hati, dan meneladani Nabi saw. – tidak ada riwayat kuat yang menyebutkan bahwa beliau pernah berjabat tangan dengan wanita lain (bukan kerabat atau tidak mempunyai hubungan yang erat).
Dan yang lebih utama bagi seorang muslim atau muslimah – yang komitmen pada agamanya – ialah tidak memulai berjabat tangan dengan lain jenis. Tetapi, apabila diajak berjabat tangan barulah ia menjabat tangannya.
Perhatian
Apa yang kami sampaikan disini hanyalah amanah ilmiyah yang bersifat dokumentasi pendapat para ulama dan wacana-wacananya, sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalalkan yang haram dan sebaliknya. Juga bukan untuk menimbulkan kegegeran, kegemparan aau silang pendapat di kalangan ummat Islam. Karena khilaf diantara sekian pendapat dalam ilmu fiqih adalah sebuah hal yang tidak mungkin dihindari. Dan seseorang tetap akan mendapat pahala atas ijtihadnya meski nantinya terbukti salah. Sedangkan yang benar akan mendapatkan dua pahala. Dan untuk itu kita tetap wajib untuk berpegang kepada pendapat yang lebih rajih dan aman dari resiko, tanpa menafikan adanya kenyataan perbedaan interpretasi di kalangan ulama.

WAHAI MUHYIDDIN : GURU MESTI SETIA KEPADA KERAJAAN BUKAN KEPADA UMNO/BN

Saya terpanggil untuk memberikan komen terhadap kenyataan yang dibuat oleh TPM merangkap Menteri Pelajaran Tan Sri Muhyiddin Yassin yang menyatakan " adalah elok bagi guru juga supaya setia kepada kerajaan " , "Kita tidak akan mempersoalkan. Selain dari setia kepada negara, elok juga kita setia kepada kerajaan ". Muhyiddin berkata demikian ketika berucap pada majlis pelancaran program Bangkit Guru Untuk Negara (B-GUN) peringkat Johor, di Pagoh, hari ini.

Sebagai bekas guru selama 17 tahun , yang menerima kesan daripada penglibatan aktif dalam politik dan kepartian , saya telah dihukum kerana dosa saya menyertai Parti Keadilan Rakyat . Saya telah kenakan tindakan tatatertib dan pada tahun 2000 diarah bertukar ke SJK (C) Jabor , Kemaman , Terengganu ( sempadan Terengganu - Pahang ) selama 3 tahun dan seterusnya diarah bertukar lagi ke SK (Felda ) Palong 14 , Jempol , Negeri Sembilan selama 5 tahun . 8 tahun saya , isteri dan anak-anak diinaya , terpisah . Dinafikan hak dan ada yang membuat saya seperti 'penjenayah' kerana dosa saya ialah bersama Parti Keadilan Rakyat dan DSAI .

Pada tahun 2008 , saya diarah sekali lagi bertukar ke Pejabat pelajaran Daerah Jempol/Jelebu di atas arahan MB Negeri Sembilan termasuk dikenakan tindakan tatatertib . Selama sebulan saya berulangalik daripada Felda Palong 14 ke Serting , Jempol dan tinggal di dalam stor bawah tangga bersama tukang kebun kerana saya tidak diberikan apa-apa tempat di pejabat tersebut dan hanya duduk dalam bilik Pegawai Kaunseling PPD . Akhirnya saya dipanggil oleh DSAI dan meminta saya meletakkan jawatan dan bertanding di Parlimen kemaman sewaktu PRU 12 lalu . Tamatlah riwayat perkhidmatan saya sebagai guru .

Alhamdulillah sepanjang perkhidmatan saya , saya pernah dianugerahkan Anugerah Kecemerlangan oleh PPD Marang pada tahun 1997 dan Anugerah Perkhidmatan Cemerlang oleh Kementerian Pelajaran Malaysia pada tahun 2005 .

Kenyataan Muhyiddin Yassin seolah-olah meragui kesetiaan para pendidik ini terhadap negara dan kerajaan . Para guru , adalah insan yang telah didik dan diasuh agar meletakkan keutamaan kesetiaan dan sokongan kepada negara dan kerajaan . Menjalankan tugas dan tanggungjawab mendidik anak bangsa tanpa mengeluh dan penat lelah bagi melahirkan aset negara dan pembinaan modal insan untuk negara . Segala polisi dan perubahan sukatan yang diamanahkan oleh Kementerian Pelajaran Malaysia dilaksanakan dengan penuh komitmen . Guru bagi saya adalah insan yang terbaik .

Kenapa mempertikai sokongan dan kesetiaan para guru ? Guru insan yang mengajar dan mendidik anak murid agar menjadi insan yang 'kamil'. Yang dapat mengenal baik dan buruk . Menjadi insan yang berketrampilan , berakhlak dan bermoral berlandaskan jasmani , emosi , rohani dan intelek ( JERI ) serta berpaksikan kepada Tuhan . Sepertimana yang dihasratkan dalam Falsafah Pendidikan Kebangsaan .

Bagaimana guru wajib taat setia kepada kerajaan yang dipimpin oleh UMNO / BN yang banyak melakukan kerosakkan kepada negara ? Rasuah , penyelewengan , ketirisan dan perompakan secara tersusun dilaksanakan oleh kerajaan ini . Guru yang baik sudah pasti tidak akan sesekali memberikan kesetiaan kepada kerajaan yang melakukan pelbagai kebejatan dan kebobrokkan konon atas nama bangsa dan negara .

Guru adalah manusia terbilang , berinformasi dan berilmu . Guru akan menyokong segala polisi dan dasar kerajaan yang memberikan kebaikkan kepada rakyat terutama anak didiknya . Setiap berlaku perubahan sistem pendidikan , pengubalan sukatan dan setiap kali menteri bertukar , segala-galanya berubah , tetapi guru adalah manusia yang sentiasa patuh dan akur , menjalankan tugas dan amanah dengan penuh tanggungjawab .

Kesetiaan apa yang dimaksudkan oleh Muhyiddin Yassin ? Kesetiaan kepada UMNO / BN ? Kesetiaan kepada kerajaan adalah kewajiban yang perlu dilaksanakan oleh para guru . Bukan kesetiaan kepada kepartian . Guru harus diberikan kebebasan , bukannya mengongkong mereka dengan perkara yang sengaja diada-adakan oleh UMNO/BN iaitu kesetiaan kepada Kerajaan UMNO/BN . Sedangkan kerajaan adalah lain dan parti adalah lain . Bertukar parti pemerintah pun kerajaan tetap wujud dan didokong oleh rakyat .

Sewaktu saya bertugas sebagai guru , kesetiaan saya kepada kerajaan usah dipertikai . Segala arahan dan tugasan dilaksanakan dengan sebaik mungkin . Sebab itu saya dicalonkan dan dianugerahkan Anugerah Perkhidmatan Cemerlang kerana saya menjalankan tugas saya sebaik mungkin . Kalau saya bukan guru yang baik , melanggar polisi dan dasar Kementerian Pelajaran Malaysia , mengajar tidak mengikut silibus yang diarah , tiada disiplin dan buat ikut suka , sudah pasti saya tidak akan mendapat anugerah tersebut .

Begitulah semua guru di Malaysia ini . Kesetiaan mereka kepada negara dan kerajaan tidak pernah berbelah bagi . Menjalankan tugasan yang diamanah dengan baik . Sedangkan apa yang diperolehi oleh guru di Malaysia ? Mereka tiada SOCSO , tiada jaminan kepada anak-anak mereka , tiada doktor panel dan sebagainya . Anak guru tidak semestinya dapat keistimewaan menjadi guru . Tiada MRSM untuk dikhaskan kepada anak-anak guru , sedangkan anak polis dan askar ada . Rumah-rumah guru ( quaters guru ) ada yang tidak dibaikpulih , dinaik taraf , dibaiki dan ada yang tidak sempurna terutama di pendalaman .

Guru harus sedar , mereka bukan setaraf lembu yang boleh dicucuk hidung . Mereka ada prinsip dan maruah . Guru yang hebat tidak akan terpengaruh dengan doktrin " kesetiaan kepada kerajaan UMNO/BN ". Muhyiddin tidak perlu mempersoal dan mempertikai sokongan politik mereka . Mereka adalah rakyat Malaysia dan mereka ada hak sebagai rakyat . Bukan kerana mereka menjawat sebagai penjawat awam , mereka perlu tunduk dan akur kepada UMNO/BN . tanggungjawab mereka adalah kepada negara dan kerajaan . Bukan kepada UMNO/BN . Yang membayar gaji mereka bukan UMNO / BN . Rakyat Malaysia yang membayar gaji kepada mereka . Guru harus dibebaskan daripada kongkongan yang dicipta oleh UMNO / BN .

Termasuk juga Pengarah dan Pegawai Jabatan Pelajaran Negeri , anda bukan pekerja-pekerja UMNO / BN , tapi lagak anda sama taraf dengan pencacai UMNO/BN kerana akur di bawah telunjuk mereka . Kalau mahu main politik , letak jawatan dan menjadi pengerak UMNO / BN . Kerana kedudukan dan kenaikan pangkat , anda rela menjadi hamba kepada pemimpin UMNO / BN . Sehingga sanggup menginaya dan menzalimi guru bawahan anda kerana mereka menyokong pembangkang . Dosa mereka kerana tidak setia kepada UMNO/BN .

Guru-guru di seluruh Malaysia yang punya harga diri , maruah dan prinsip , terjemahkan pada kertas undi . UBAH SEKARANG , SELAMATKAN MALAYSIA !